Popular Posts

Sunday 23 January 2011

Pemberdayaan politik perempuan Indonesia

Pemberdayaan politik perempuan Indonesia
Abstrak
Kita akan mengalami kegagalan jika tidak sanggup melakukan pekerjaan yang tersedia dalam keseharian sebagai bagian dari cara mengajarkan dan melaksanakan demokrasi pada diri sendiri dan masyarakat umum. Kegagalan dan keberhasilan dalam berdemokrasi akan ditentukan oleh perilaku yang dikerjakan dalam kehidupan sehari-hari, sebab itulah sesungguhnya cerminan berdemokrasi yang paling nyata yang diharapkan berimbas pada berdemokrasi dalam parlemen      ( dalam ruang lingkup publik). Perjuangan perempuan akan berhasil tatkala mendapatkan dukungan publik politik. Akan tetapi, perjuangan perempuan akan gagal tatkala energi yang dimiliki terkuras habis karena bergelut dengan masalah sendiri (kaum perempuan) yang tidak mampu di organisir, dinegosiaiskan dan dikompromikan dalam realitas politik yang masih dominan bias gender ( bias laki-laki).
Saat ini, tidak ada lagi alasan mendasar ketika tatkala perempuan hendak diposisikan sebagai “second human”dengan cara memposisikan perempuan tidak berdaya, utamanya dalam politik (ruang lingkup politik). Dasar agama sudah banyak yang membuktikan bahwa tidak satupun yang mendiskreditkan kaum perempuan, kecuali pemahaman agama yang misoginis dan terjerat dengan kondisi sosio historis pada saat agama diturunkan. Seperti yang telah dijelaskan dalam Dalam Surat al-Mumtahanah, al-Qur’an memerintahkan Nabi untuk menerima baiat perempuan yang ikut dalam pertemuan Aqabah yang terlaksana sebelum beliau hijrah ke Madinah. Perintah ini memperlihatkan bahwa Islam menghargai pentingnya suara perempuan. Keputusan Nabi Muhammad untuk memberikan izin kepada sepupunya, Ummu Hani, untuk memberikan perlindungan kepada seorang serdadu Mekah pada peristiwa Futuh Mekah memperlihatkan bahwa suara perempuan dan tindakannya dihargai.
Qur’an juga mendorong perempuan dan laki-laki untuk terlibat dalam mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan mereka melalui syura, mekanisme pengambilan keputusan kebijakan publik dalam Islam. Ini menunjukkan Islam melihat perempuan sebagai pihak yang berhak membentuk kebijakan publik. Qur’an bahkan menyatakan bahwa Muslim dan Muslimah adalah partner dalam menegakkan kebajikan dan mencegah kemunkaran (Qs 9:71).
Jadi dari kedua surat tersebut sudah cukup menjelaskan bahwasanya perempuan dari dulu seorang perempuan juga memiliki hak suara dan tindakan dalam setiap peristiwa, dan mungkin inilah yang mendasari bahwa perempuan perlu diberi pendidikan  dan diberdayakan dalam bidang politik politik. Dikatakan pula bahwa dasarnya tiangnya negara adalah seorang wanita atau perempuan itu sendiri, jadi seorang perempuanlah yang menjadikan negara ini maju atau bobrok. Diantaranya yaitu andil perempuan dalam mendidik anak-anak mereka yang merupakan pewaris dan penerus bangsa ini. Jika didikan seorang perempuan kepada anaknya baik maka akan menghasilkan anak-anak yang baik pula. Maka dari itu pendidikan politik bagi perempuan sangat penting.
Sepanjang tahun 2001, perdebatan tentang representasi dan partisipasi politik perempuan semakin meningkat dan mendominasi agenda politik, berkat gigihnya organsisasi-organisasi dan para aktivis masyarakat madani dan para kaum feminis indonesia yang vokal menyuarakan isu ini. Salah satu isu terpenting yang mereka serukan adalah penerapan kuota 30 persen bagi perempuan dalam proses pemilu yang telah disahkan dalam UU No. 12 Tahun 2003, khususnya pada pasal 65, menurut para aktivis feminisme indonesia  Walaupun. Oleh karena kuota 30% masih sangat baru, maka sebisa mungkin jangan dibiarkan menggelinding atau tumbuh sendiri perlu adanya fariabel lain yang mendukungnya seperti pendidikan politik bagi para wanita, karena jika dibiarkan semua berjalan dengan sendiri maka perempuan hanya akan dijadikan sebagai mesin yang banyak menghasilkan suara dalam pemilu karena pada realitanya dinegri ini lebih banyak perempuan.
Perdebatan tentang politisi perempuan di negri ini yang terus berlanjut dan terkadang menimbulkan kontroversi seputar gender dan demokrasi itu semua diakibatkan oleh tiga faktor dari masa lalu Indonesia. Faktor pertama adalah kenyataan historis dan berkelanjutan tentang rendahnya representasi perempuan Indonesia di semua tingkat pengambilan keputusan. Di parlemen nasional, perwakilan perempuan hanya 9.2 persen dari total anggota parlemen, jauh lebih rendah dari ‘rekor’ periode sebelumnya, yakni 12.5 persen. Faktor kedua berkaitan dengan reformasi politik yang sedang bergulir. Transisi menuju kehidupan politik yang demokratis telah memperlebar peluang bagi perempuan dan sektor-sektor masyarakat lainnya untuk mengekspresikan pandangan mereka serta merumuskan dan menyuarakan tuntutan mereka tentang kesadaran dan kepekaan gender yang lebih besar di dalam kebijakan-kebijakan pemerintah, legislasi, dan politik pemilu. Sedangkan faktor ketiga berhubungan dengan krisis ekonomi tahun 1997 yang menyulut maraknya tuntutan pada representasi perempuan di semua tingkatan dan seluruh aspek kehidupan politik. Krisis itu telah memperburuk kondisi hidup kaum perempuan, sehingga mendorong mereka bangkit menyuarakan kebutuhan mereka, sekaligus mempertahankan hak-haknya. Semua faktor di atas telah menciptakan suatu atmosfir di mana seluruh organisasi masyarakat madani, LSM, aktivis, politisi dan badan-badan internasional bisa bersuara dan secara bersama-sama mempengaruhi wacana dan arah kebijakan pemerintah menyangkut pelibatan perempuan Indonesia dalam kehidupan publik.
Dalam konteks perjuangan kaum perempuan, terkait ruang lingkup publik ( partisipasi politik ), maka gagasan mendukung dengan tegas kuota 30% adalah sebuah terobosan yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Adalah benar bahwa kuota 30% bukanlah satu-satunya jalan mengakhiri diskriminasi perempuan dalam politik, tetapi adalah kenyataan bahwa partisipasi politik perempuan dinegeri ini tergolong rendah, sehingga harus mendapatkan perhatian serius agar posisi perempuan yang telah terlalu lama marginal dapat bergeser ke tengah. Salah satu caranya yaitu dengan mendorong para politisi-politisi perempuan dalam partai bersedia bertarung secara fair play dan mengikuti proses politik secara terus-menerus. Politisi laki-laki juga memberikan juga memberikan ruang dan kesempatan yang lebih unggul (atau sekurang-kurangnya sama) dengan politisi laki-laki.
Berkat justifikasi keagamaan ini, sejumlah perempuan yang pada awalnya enggan berpartisipasi dalam politik mulai berani bergabung dengan partai politik, bahkan menjadi kandidat dalam pemilu legislatif di tingkat pusat maupun daerah. Sebagian perempuan bahkan ikut memperebutkan kursi ketua partai politik di tingkat daerah. Dengan panduan nilai-nilai Islam, para perempuan kandidat ini menunjukkan komitmen mereka untuk merubah masyarakat dengan cara yang positif. Tak hanya itu, justifikasi keagamaan ini juga memberikan dorongan kepada feminis dan organisasi-organisasi perempuan untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik, memonitor kebijakan dan peraturan yang dianggap melanggar dan merugikan hak perempuan serta mengajukan peraturan yang bisa meningkatkan kesetaraan perempuan dalam berbagai sektor.
Di negara kita saat ini politik perempuan telah mulai berkembang dan ada sedikit peningkatan salah satu contohnya yaitu jabatan-jabatan menteri yang tipikal milik perempuan yang diumumkan Presiden pada 21 Oktober lalu. Hal itu sama saja dengan dikotomi antara laki-laki dan perempuan dalam hal menduduki jabatan menteri. Pada Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, jabatan perempuan masih di seputar kesejahteraan rakyat, perlindungan anak, kesehatan, dan ekonomi. Bidang-bidang tertentu seperti pertahanan, politik, hukum dan HAM, keamanan, luar negeri, dan bidang-bidang teknik sipil masih dikuasai kaum Adam. Mungkin masih ada anggapan jabatan ini politik riil yang membutuhkan maskulinitas, bukan femininitas,".Kemajuan perempuan, hanya terlihat dari posisi perempuan yang menduduki jabatan Kepala Bappenas pada KIB II. "Pada posisi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang tadinya diduduki perempuan, yakni Sri Mulyani Indrawati, sekarang diambil alih dan diduduki maskulinitas pria, yakni Muhammad Hatta Rajasa. Hanya Menkes, Mendag, Menteri PP, dan Menkeu, jabatan yang tetap diduduki perempuan pada KIB I dan KIB II,"
Dari segi jumlah, perempuan yang duduk di kabinet memang terjadi pertambahan dari empat (dari 39 menteri dan setingkat menteri) pada KIB I menjadi lima pada KIB II."Dari segi persentase, kalau mengacu tindakan afirmatif.30%, jumlah itu masih setengah dari harapan yang seharusnya minimal 10 menteri dijabat perempuan. Memang sudah lebih baik daripada kabinet Orde Baru Soeharto, kabinet BJ Habibie, kabinet Gus Dur, Kabinet Gotong Royong Megawati Soekarnoputri. Ketika itu hanya Menteri PP dan Menteri Sosial yang dijabat perempuan.
Namun jika merujuk pada laporan EFA UNESCO baru-baru ini, pada tahun 2015 nanti masih diragukan jika para perempuan di Indonesia bakal meraih kedailam dibidang politik. Begitu juga kehadiran UU Pemilu 2009 dan UU Parpol yang mengatur quota 30 % bagi kaum perempuan. Sebab, kondisi kaum perempuan di Indonesia memang masih belum memahami hak-hak politik mereka. Dalam hal ini, proses penyadaran bakal memakan waktu yang cukup lama. Seandainya proses pendampingan, advokasi dan pendidikan politik terus berjalan puntidak serta merta dapat menjamin kesetaraan gender bakal terwujud dalam waktu dekat. Sebab, tidak mudah mengubah pola pikir, sistem sosial, dan budaya dalam suatu masyarakat.
KESIMPULAN
Perempuan adalah makhluk yang tengah terjebak dalam paradigm kuno, yang menganggap laki-laki lebih baik dari perempuan dalam segala hal, apalagi hal politik. Sehingga perempuan terkesan “malas” untuk berubah, dan cenderung mengikuti arus yang sudah terbentuk. Padahal yang dapat merubah naib  perempuan adalah perempuan itu sendiri bukan laki-laki. Dan politik sebenarnya adalah ;angkah yang paling riel yang harus diikuti oleh perempuan bila ingin mengubah naibnya, dikarenakan politik mencakup segala aspek kehidupan modern.
SARAN
Bagi seorang perempuan jangan hanya menunggu munculnya seorang “ juru selamat” seperti R.A Kartini dan Megawati, perempuan harus aktif mulai berubah dari diri sendiri. Bila hanya menunggu, mungkin hanya akan muncul sosok perempuan pembawa perubahan selam 100 tahun sekali. Sementara bila perempuan bergerak aktif, tentunya tidak akan menunggu selam itu.
Perempuan sudah selayaknya mendukung perempuan. Sebab, hanya perempuan sendirilah yang dapat mengubah nasib perempuan lainnya, dikarenakan sepaham dan sepaham. Tetapi jangan lupa dan jangan melalaikan kondrat seorang perempuan sebagai istri dan ibu.

Tuesday 4 January 2011

HILANGNYA RUH PENDIDIKAN

pendidikan adalah poros utama untuk menjadikan bangsa ini lebih maju. seiring berjalannya waktu, pera pemimpin kita mencoba berbagai konsep yang paling tepat untuk pendidikan di iniodnesia. hal ini terbukti dengan adanya berbagai kurikulun yang siring silih berganti, seperti kurikulum 94 sampai sekarang yang kita terapkan sekarang kurikulum KTSP.

dalam asumsi masyarakat kita, berpandangan tentang dunia pendidikan ini sebagai alat untuk mendapatkan pekerjaan, ataupun yang berhubungan dengan uang. dari asumsi ini menurut saya justru akan menmbah polemik dari dunia pendidikan itu sendiri, yakni terciptanya generasi bangsa yang pragmatis. institusi pendidikan seharusnya mampu mengarahkan anak didiknya pada suatu pemikiran yang lebih luas. lebih luas disini mengandung arti bahwa pendidikan itu tidak mandek pada formalitas selembar ijasah ataupun pangkat sebagai hasil dari ijasah itu sendiri. makanya, sedikit demi sedikit harus kita mulai agar dunia pendidikan ini menjadi lembaga pendidik ang sebenarnya.

dari asumsi diatas akan menimbulkan sebiah efek yang sangat tidak baik, yakni ada jual beli dilingkungan pendidikan itu sendiri, lenbaga pendidikan tidak lagi pada fungsinya melainkan menjadi alaihy fungsi yang dalam bahasa kasar dapat kita katakan sebagai pasar. mengapa demikian ????? bahwa instyitusi pendidikan sekarang hanya mengatasnamakan sebuah konsep konsep tatepi endingnya adalah sebuah proyek untuk mereka yang mempunyai wewenang dan kebijakan. hal ini terbukti dengan diusulkannya adanya BHP dalam dunia pendidikan. hal lainj yang lebih meyakinkan pernyataan saya adalah adanya TABUNGANKU yang baru baru ini di louncingkan, adalah benytuk dari penyalah gunaan wewenang yang seakan baik untuk masyarakat tetapi justru menguntungkan "mereka mereka".

yang harus diperhatikan adalah masyarakat kita. kenyataan bangsa ini cenderung masyarakatbya adalah dalam kelas menengah kebawah. artinya kebutuhan masyarakat tetang pendidikan ini masih menjadi hal yang teramat mahal, sehingga banyak remaja yang mempunyai potensi harus menunda bahkan tidak sama sekali menicipi nikmatnya mengecam dunia pendidikan. asumsi masyarakat bahwa pendidikan ini mahal yang itu akan mengakibatkan asumsi asumsi masyarakat seperti yang saya ungkapkan diatas. dari sinilah menjadi sebuah paradigma bahwa pendidikan atau sekolah adalah sarana untuyk cari duit.

langkah lucunya bangsa ini, akankah kita menikamti nikmatnya makan ketika kenyataan bangsa sedemikian parahnya. akan kah kita bisa tidur nyanyakl disaat nasib bangsa ini semakin tidak jelas arah tujuannya.

pendidikan seharusnya menjadikan manusia itu bisa mgerti dengan sesama manuaia, bukan palah kita menjadi dingin dan cenderung individual. ya inilah, yang kita sebut dengan ruh pendidikan, sebuah sepirit untuk menjadi satu, mngedepankan integritas dan membangun bangsa bersama sama demi terciptanya baldatun thoyibatun wo rorrobun ghofur.

pendidkan sekarang telah banyak menciptakan kader yang cerdas, kader yang pintar tetapi tidak mempunyai ruh pendidikan dalam hatinya. dari kondisi yang demikian, sehingga rasa nasionalisme akan berkurang hnaya demi kepentingan pribadi.

untuk lebihnya dapat kita diskusikan lain  kali ...................... wassalam.