Popular Posts

Saturday 3 May 2008

PEMAHAMAN ISLAM PERSPEKTIF PENDEKATAN ILMU HADIST (Pola Implementasi Dan Aplikasi Terhadap Kehidupan Sehari-hari Dan Latar Belakang Gerakan-Gerakan Radikalisme Di Indonesia)

A. PENDAHULUAN
Fakta yang menunjukan beberapa gerakan gerakan ektrim di Indonesia akhir akhir ini adalah bagaimana pembahaman masyarakat kita dalam memehami paradigm dan dasar hokum islam. Penegasan mengenai hal ini sebenarnya sudah menjadi bahan diskusi yang panjang oleh para pemikir pemikir islam di Negara kita. Tetapi hal belom bias menuntaskan permasalahan yang ada yakni gerakan fundamental berbasis agama.
Gerakan gerakan yang mereka (dalam tanda kutip) lakukan bukan gerakan yang tampa dasar menurut mereka. Meraka menyandarkan pada hokum islam yakni al-qur’an dan hadist. 
Pada dasarnya al-quran dan hadist  merupakan dasar hokum islam yang tidak lagi di ragukan akan kebenarannya. Tetapi pemahaman terhadap hokum islam inilah, mulai dari proses pemahaman dan hasil pemahaman menunai pola aplikasi dan implementasi yang berbeda dalam kehidupan sehari-hari. 
Kecenderungan masyarakat kita hari ini telah mengambil jalan yang singkat dan instan dalam pemahaman terhadap islam. Hal ini bukan semata-mata hal yang tidak memalui proses panjang mengenai sejarah islam, justru hal ini merupakan hasil dari sekian lama proses bangsa ini menuliskan tinta sejarahnya. 
Bangsa Indonesia, dimuai pra kemerdekaan bangsa telah disuguhkan dengan dua gerbong pemikiran yang kuat tentang pemahaman agama islam. Yakni pemahaman konsep medernisme dan tradisionalisme. Dari perjalanan panjang dua pemikiran ini, membentuk sebuah arah pemikiran yang secara instan terhadap pemahaman agama yakni pemahaman secara tektual. Pemahaman secara tektual terhadap hukun islam akan berdapak pada gerakan radikal fundamental. 
Indonesia memang hari ini mengalami gejolak dari segala sector , baik sector ekomoni, social politik maupun kebudayaan. Ada kalanya gerakan gerakan radikal itu diperlukan tetapi harus melihat dampak apa yang akan diakibatkan. Hari ini masyarakat kita butuh sebuah gerakan radikal sebagai penguatan dan kontroling terhadap pemerintah tetapi gerakan radikal kritis bukan fundamental. Gerakan radikal kritis disini adalah gerakan sebuah maneuver gerakan yang mencoba lebih mendorong terjadinya perlindungan terhadap hak asasi manusia dan nilai nilai demokrasi Negara. Gerakan fundamental akan berakibatkan pada pola individualisasi, dengan maksud bahwa gerakan fundamentalisme ini adalah gerakan yang bukan berpihak demi terrciptanya sebuah tujuan bersama melainkan gerakan ini mempunyai sebuah misi sehingga harus ada yang dikorbankan demi tercapainya sebuah tujuan itu.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Pemahaman Tekstual al-qur’an dan hadist
2. Maraknya gerakan-gerakan radikalisme fundamental
3. Melemahnya disiplin keilmuan islam
4. Dis integrasi umat islam

C. KEDUDUKAN DAN FUNGSI  HADIST
Hadist secara istilah dapat kita simpulkan , adalah segala tindakan, ucapan bahkan diamnya nabi terhadap apa yang behubungan dengan hokum islam, baik dalam persepektif fiqih, maupun muamalah yang berhubungan denga ibadah. Dalam hal ini kedudukan hadist adalah sebagai dasar hokum setelah al-quran. Dalam kedudukannya hadist juga diperankan sebagai penjelas ayat ayat al-qur’an yang secara tektual ayat ayat al-qur’an itu masih sulit dipahami oleh umat. 
Hal yang menjadi perderbatan dalam ilmu hadist ini, dumulai dari jenis dan macamnya hadist itu sendiri. Secara umum hadis dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yakni ;
1. Hadis Shohih
2. Hadis Hasan
3. Hadist Dhoif
4. Hadist Maudu'
Dari beberapa klasifikasi hadist ini, sehingga mengakibatkan adanya pemahaman yang ektrim dari mereka yang hanya tertuju pada nuansa tektual apa adanya mengenai koridor hokum islam.
Trans tradisionalis mempunyai sebuah pandangan bahwa dalam pengunaan hadist disini tidak hanya tertuju pada aspek hadist yang shohih maupun hasan tetapi kadang kadang juga menggunakan hadist yang dhoif. Penggunaan golonghanh trans tradisionalis itu bukan semata semata untuk merendahan konsep hokum islam tetapi mereka mempunyai pemahaman bahwa dalam hadist dhoif itu terdapat kaidah kaidah yang dapat digunakan untuk kesempurnaan dan keafdlolan ibadahnya. Sedangkan golongan trans medernis mereka mengangkap tidah apsah mengunakan hadist selain hadist yang shohih, dan hasan. 
Fakta yang mucul dari perbedaan ini menimbulkan sekat yang sangat jelas sehingga banyak pernyataan pernyataan yang muncul, baik pernyataan yang perpola penyudutan agama, maupun yang lain. Yang disayangkan dalam hal ini adalah efek yang dihasilkan itu tidak cukup sampai pada pembahasan soal dasar hokum saja, tetapi terbawa sampai pada hal lain dalam kehidupan sehari hari, yakni pada sisi social dan politik pada khususnya.
Hal yang paling mendasar dari ilmu hadist adalah bagaimana hokum islam yang pertama yakni al-qur’an ini benar benar dapat diaplikasikan dalam kehidupan keseharian. Seperti hal diatas hadis adalah difungsikan sebagai alat dalam menjelaskan, menerangkan dan mentakwilkan ayat ayat al-qur’an agar lebih pada konsep kontektual bukan selesai pada ranah tektual. Pemahaman secara tektual akan melahirkan pada pola aplikatif yang spikulatif tanpa melihat sisi kesosialan, hak asasi manusia dan sisi manfaatnya. Pola ini yang hari ini masih kita temukan di Indonesia sebagai gerakan gerakan pembeharuan, yang masih menyisakan keresahan bagi masyarakat.
Dari hasil klasifikasi hadist diatas, menurut saya dalam pengunaanya itu mengacu pada bagaimana kita bias menjaga kemurnian dari hadist itu sendiri (dalam sisi lain), tetapi dalam sisi lain juga penguunaan yang sedemikian ini juga dapat menghilangkan sebuah nilai nilai yang justru dapat meningkatkan keimanan kita dalah hal ibadah dan terjaganya keserasian kehidupan, selama dalam pengunaanya itu dengan pendekatan yang matang, yakni pengunaan hadis yang tidak bersebraangan dengan hokum syariat maupun kaidah kaidah yang lainh yang itu justru berdampak pada kemaksiatan atau kemungkaran. Banyak pendapat yang saling menyalahkan antara satu dan yang lain. Mereka tidak meletaakan nilai-nilai ini pada sisi yang positif tetapi justru meletakkan pada sisi negative demi tercapainya tujuan mereka. 

D. KERANGKA ANALISA MASALAH 
1. Pemahaman Tektual Tentang Hadist
Dampak yang paling terlihat dari pemahaman secara tektual dari pemahaman hadist adalah terbentuknya kelompok-kelompok yang beragam. Dari masing masing kelompok itu mempunyai dasar masing masing yang dianggapnya benar.
Seperti yang tercacat dalam sejarah islam, bahwa pengelompokan ini sudah terjadi mulai pada pemerintahan kholifah ali bin abi tholib. Konflik pada masa itu mengakibatkan adanya beberapa golongan yang saling bersebrangan dan dengan dasar hukun islam.
Kelompok kelompok itu seperti :
a. Golongan syiah
b. Golongan mu’tazilah
c. Golongan ahlu sunnah wal jama’ah
Dari beberapa golongan ini, mempunyai sbuah paradigm yang tidak akan ketemu satu sama lainh, saling mencela, saling menghujat dan saling merasa paling benar sendiri dengan dasar yang mereka yakini. Inilah fenomena yang seharusnya tidak pernah terjadi di kalangan umat islam sendiri. 
Umat islam seharusnya mempunyai pemahaman yang sama, dengan tujuan yang sama yakni seperti apa yang telah termaktup dalam piagam madinah yakni terwujudnya masyarakat madani atau darus salam. Adapun mengenai adanya perbedaan ini, seharusnya mengacu pada konsep perbedaan sebagai akar keberagama yang menghasilkan hasil peradaban yang lebih maju. Seperti hadis nabi Muhammad saw. “ bahwa perbedaan itu sebagai rahmat”. Penempatan perbedaan inilah yang sampai hari ini masih jauh dari yang diharapkan. Konsep islam menekan pada aspek kesejahteraan masyarakat. Tidak ada pemaksaan beragama, tidak ada penyataan seruan perlawanan kecuali pada mereka yang menawarkan perlawanan. Hal ini tentunya sudah di contohkan oleh nabi Muhammad saw, pada saat berdakwah dimakkah al-mukaromah. Nebi Muhammad saw, berdakwah dengan santun, toleran dan bersikap pluralism, saling menghargai, menghormati agar  terwujud masyarakat yang madani. 
Hadist nabi Muhammad saw, “ bahwa saya diutus untuk menyempurnakan akhlak” seharunya sudah dapat disimpulkan bahwa nabi Muhammad sebagai revolusiaoner tidak menekankan peda aspek kekerasan tetapi mengambil langkah-langkah dengan pendekatan yang lebih santun dan bermoral. Langkah ini akan menghasilkan adanya kesadaran kolektif dari masyarakat, dan nilai nilai islam akan termaktup dalam hati sebagai sumber kebenaran yang sebenarnya. Adapaun kekerasan, akan berdampak pada pola pemaksaan kehendak yang pada akhirnya akan terbentuk nalar-nalar balas dendam tatkala adan kesempatan. Hal inilah yang selama ini menjadi fenomena yang belum terselasaikan. 
Para pemikir pemikir islam telah melahirkan berbagai macam pemikiran, yakni pada abad pertengahan. Hal inilah yang seharusnya ditiru oleh generasi berikutnya yang mengedepankan adanya perkembangan dari hasil perbedaan. Islam pada abad pertengahan mengalami kejayaan peradaban dikarenakan para pemikir islam itu mengembangangkan pada konsep yang benar. Kritik demi kritik bukan untuk menyudutkan melainkan untuk membuat desaign lebih variatif dari disiplin keilmuan. Hal semacam ini, kini tinggal sebuah sejarah yang menyisakan adanya perpecahan dimana mana. 
2. Maraknya Gerakan-Gerakan Radikalisme Fundamental
Kini kita diahadapkan dengan berbadai aksi kekerasan yang bebasis agama. Terutama dikalangan kita sendiri yang mengatasnamakan agama islam. Mereka sebagai pelaku membawa islam sebagai aspek kebenaran, dengan dasar-dasar yang belum sepenuhnya paham dengan dasar yang mereka yakini.
Dalam hal ini kita harus mendiskusikan bebrapa pendekatan-pendekatan pemahaman, yakni sebagai berikut :

a. Pendekatan pemahaman secara tektual
Pemahaman secara tektual adalah pemahaman terhadap hokum hokum islam secara teks saja, yakni penafsiran ayat ayat al-qur’an atau hadist secara teks dan arti harfiyah semata. 
Pada dasarnya ayat-ayat al-qur’an atau hadist itu diturunkan tidak semata semata sesuai dengan keinginan nabi Muhammad saw, semata melainkan berdasarkan asbabun nuzul dan asbabul wurudnya. Melihat dasar ini, sehingga pemahaman menganai ini tidak selesai pada pola pendekatan pemahaman secara tafsir harfiyah, melainkan harius melalui disiplin keilmuan sebagai alat atau sarana yang lebih.
Dalamj ayat-ayat al-qur’an dan hadist banyak bukan hanya semata mata berisikan sebuah kaidah hokum semata melainkan memuat berbagai sector yakni, hokum islam, sejarah, dan cerita cerita yang dapat dijadikan sebuah takwil ataupun qiyas sehingga nilai nilai al-qur’an ini tidak hanya cukup digunakan pada zaman itu saja, melainkan untuk selama-lamanya.

b. Pendekatan pemahaman secara konstektual
Pendekatan pemahaman kontektual adalah pendekatan yang disesuaikan dengan asbabun nuzul dan asbabul wurudnya. Dalam hal ini, peletakaan sebuah dasar hukun disesuaikan dengan fenomena yang sedang berjalan dengan diqiyaskan atau diambilkan sebuah dasar dari ayat-ayat al-qur’an maupun hadist itu sendiri. 
Pendekatan ini, konsep kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan dibandingkan dengan pendekatan secara harfiyah atau tektual. Pola pendekatan ini, akan lebih berhati hati dan mengedepankan adanya nilai nilai kemaslahatan umat, sehingga akan lebih pluralis, dan lebih dinamis.

c. Pendekatan Pemahaman Secara Kondisional
Pemahaman kondisional ini, adalah pemahaman yang tidak sepenuhnya di dasarkan pada hokum islam tetapi lebih pada fenomena yang terjadi. Pemahaman kondisional ini diambil lebih menyeimbangkan pada aturan-aturan yang berlaku di masyarakat dengan tidak meningggalkan sepenuhynya aturan aturan yang ada di dalam hokum islam itu sendiri. 

3. Melemahnya Disiplin Keilmuan Islam 
Hari berbeda dengan masa abad pertengahan, itu jelas. Tapi yang lebih disayangkan adalah mengapa hari ini kita justru lebih terpuruh dari pada masa dulu. Kini sebenarnya kita lebih kaya akan referensi keilmuan dalam aspek apapun, tapi kita justru bersikap apatis dengan semua yang telah ada. Perkembangan zaman butuh sebuah penemuan penemuan baru sebagai penyeimbang agar lebih realistis dan terjaganya kesejahteraan. 
Sikap apatisme masyarakat kini berdampak pada kebodohan yang kian lama semakin permanen. Pendidikan tak sanggup lagi mengantarkan anak didiknya pada level cendikiawan muslim tapi lebih pada pola teknisi sebuah bidang semata. Sikap para cendikiawan muslim hanya disibukkan dengan fenomena yang ada dimasing-masing golongan mereka, antara transw modernis yang menginginkan adanya pembaharuan secara total, dan trans tradisional yang akan tetap menjaga nilai nilai kebudayaan, baik kebuayaan islam maupun kebudayaan bangsa dan Negara.

4. Dis Integrasi Umat Islam
Tuniasia, mesir, libia adalah bukti nyata yang hari ini kita bias melihat denga mata kita sendiri. Fenomena ini bukan dalam rangka untuk meningkatkan harkat dan martabat umat islam tapi justru kita dihadapkan pada perang sesame muslim. Kini ancaman datang dari factor internal itu sendiri, selain factor ekternal sedang kiat-kiatnya meluncurkan serangannya.
Indonesia, bukan bangsa yang gak akan terjadi seperti 3 negara diatas. Factor konflik diindonesia sangat besar melihat fenomena akhir akhir ini kian merajalela denga aksi anarkismenya. Apalagi bangsa Indonesia adalah bangsa yang multikultural sehingga bangsa ini rawan sekali dengan adanya dis integrasi bangsa.
Keprihatinan mengenai hal ini, justru sekarang kian besar, dengan adanya gerakan gerakan radikalisme fundamental yang dilakukan oleh ormas ormas islam. Gerakan gerakan ini menyerukan adanya Negara islam yang pada hakikatnya konsep itu belum bias diterapkan dan sesuatu hal yang tak akan terjadi. Mungkinkah kini kita akan pasrah dengan apa yang terjadi? Atau kita mempunyau sebuah desaign konsep baru demi terciptanya masyarakat yang saling berjabat tangan, saling menghargai, dan saling gotong royong. 

E. KESIMPULAN
1. Kedudukan hadist sebagai hokum islam adalah sesuatu yang mutlak dan tidak dapat digannggu gugat keabsahannya.
2. Pemahaman mengenai hadis ini harus memalui pendekatan pendekatan yang sesuai, yakni secara kontektual agar lebih menjaga nilai nilai keobjektifan dari hokum itu sendiri.
3. Perlunya pembelajaran yang lebih mengenai disiplin keilmuan islam.
4. Perlunya adanya kesadaran bersama, menyatukan tujuan, dan menyamakan visi dan misi bersama.

F. PENUTUP
Demikian makalah ini kami buat, semoga ini akan menjadikan kita lebih plural dan moderat serta objektif dalam memandang sebuah realita yang kian berubah di dalam kehidupan sehari hari